Membaca Warna Estetika Laskar Panggung






“…saya hanya ingin menampilkan lakon teater sebagai mana yang saya kenal dalam kehidupan sehari-hari
…..Dan Panggung adalah tempat untuk berkounikasi dengan dunia sehari-hari,diamana penonton atau siapaun bebas untuk mentertawakan kehidupannya.”
(Yusef Mudiyana)


Sebab teater merupakan sebuah bentuk penyadaran maupun penyegaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan, dan teater sejak zaman dulu baik di barat maupun di Indonesia (sandiwara/toneel) lahir dari masyarakat sesuai dengan kebutuhan zamannya. Maka tidaklah salah bila Agusto Ball mengatakan bahwa Teater harus di kembalikan lagi kepada masyarakat demi pemberdayaan dan pendidikan masyarakat. Lalu kenapa teater masih jauh dari masyarakat? Menurut pendapat kang yusef ialah karena teater selalu berjarak dengan kehidupan sehari-hari. Maka dari itulah Yusef Muldiyana, Deddy Koral, Agus Safari, Diyanto, Aendra Medita, Gaus fm dll mendirikan Laskar Panggung sebagai jawaban untuk memudahkan berkomunikasi dengan masyarakat. Hampir seluruh garapan Laskar Panggung mengangkat kehidupan sehari-hari orang orang pinggiran tentang segala kesusahan dan tentang Indonesia yang sakit dan sampai hari ini sudah mencapai lebih dari 400 produksi diantaranya:
Manusia Dalam Botol(1995-1996), Lautan Membatu(1997), Bulandan Kerupuk(1999,2004,2007) , Banpol(1999) ,Kaca Mata Kaki Lima(1999), Bersama Wajah Setan(2000, )Ngompol Ketika Kursi si Atas Kepala(2003), Tengul(2001,)Peti Mati(2002),Muslihat Akbar(2005), Semar Gugat(2005), Hamster Makan Bulan(2006),Rumah Dalam Kepala Kuda(2007),Antigone(2008),Mataya(2008) Wak menuju Tu(2010),Sikat Sikut Sakit(2010) dll

Dan hampir di setiap adegan yang di disajikan pada garapan-garapan laskar tidaklah mendorong penonton pada kondisi emosi yang berlarut-larut dan suatu saat penonton akan sampai pada kesadaran bahwa apa yang disaksikannya adalah sebuah tontonan. Hal itu senada dengan Efek Aliensi Brecht yang mengatakan bahwa teater merupakan warung hiburan bagi masyarakat dengan menawarkan segenap kesadaran bahwa yang terjadi di atas pentas adalah semata-mata sandiwara dan pada prinsipnya memberikan kesan keasingan pada suatu yang sudah kita kenal benar atau dianggap biasa, agar yang biasa menjadi menarik perhatian kembali berkat penyajian yang tak wajar dengan menjadikan landasan hipnotis dan sugestif sebagai landasan kerja kreatif.
adakalnya juga pertunjukan Laskar Panggung menggunakan konsep dolanan dengan logika dongeng atau plot ceritanya semacam stacato yang mewadahi serpihan pikiran dari berbagai upaya untuk menciptakan konfrontasi-konfrontasi kalimat demi mendapatkan kebenaran dua arah secara silogisma
Laskar Panggang menurut kang Yusef adalah sebuah kelompok teater yang bebas karena teater adalah sebuah permainan,atas dasar tersebut maka teater tidaklah memiliki batasan apapun: bebas berdekontruksi,bebas berekspresi,bebas bereksperimen,bebas berorientasi,juga bebas berdiskusi tetaPi tidak bebas untuk berargumentasi karena sudah memili dasar dan aturan yang jelas.
Dan sampai hari in Laskar panggung akan terus menjadi sebuah labolatorium untuk pengembangan teater ke depan..

(John Heryanto)
________________
di rangkum dari berbagai sumber

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Auto Performance: TUHAN, SENI & KAMU

SEBUAH KAIN DI MESIN JAHIT (Catatan Skenografi Pertemuan dalam Lubang Jarum)

monolog dekontruksi: Hati Yang Meracau