Postingan

Auto Performance: TUHAN, SENI & KAMU

Gambar
ITU Pada suatu hari tepatnya tahun 2009, seorang anak yang baru lulus SMA ditanya oleh bapaknya yang sedang sakit, bapak itu berbaring diranjang “nak, kamu akan jadi apa?” anak yang jarang pulang ke rumah—yang hari-harinya dihabiskan dengan jualan roko di jalan—tiba-tiba diluar kesadarannya dengan spontan menjawab   “seniman pak” meski ia tidak tahu apa itu seniman, bagaimana seniman bekerja. Esoknya bapaknya meninggal. Dan ketika anak itu telah kuliah di sekolah seni, lalu ibunya meninggal dan anak itu hanya punya satu kakaknya sebagai pedagang krupuk dan satu adiknya penggemar musik metal dan baru lulus SMA.  ANGKA 5 Anak itu lahir pada tanggal 5 Mei sama tanggalnya dengan ibunya yang lahir pada tanggal 5 Mei 1965. Ibu dan bapaknya tinggal di rumah nomor 15. Ibunya sakit karena pembuluh darah di kepalanya pecah dan dirawat selama 5 hari di ruang mawar no 5 RSUD Ciamis. 5 tahun setelah Ayahnya meninggal pada usia 55 tahun dan 35 hari setelah meninggal neneknya yang sebe

SEBUAH KAIN DI MESIN JAHIT (Catatan Skenografi Pertemuan dalam Lubang Jarum)

Gambar
sebuah panggung mungkin serupa lubang jarum, diruang itulah kiranya susunan visual dibangun seperti pula udara di dalamnya dimana benang akan berdiam. setelah membaca naskah berulang-ulang sebelum dan sesudah tidur serta disela-sela kuliah. maka percobaan-percobaan terhadap objek material set dilakukan beserta observasi terhadap respon objek seperti menelusuri ingatan diamana nafas dihirup dan tersenggal ketika kenangan melintas.  pada pertemuan itulah set disusun tidak hanya sekedar fungsi, lipstik, image dll seumpama air di laut dimana yang lalu dan yang datang tak dapat dikenali lagi.  apa itu oksigen jawa, dari proses ini saya rasa seperti sebuah kalimat “hidup-seni” dimana keduanya tidak lagi dapat dibedakan. Bandung,   April 2015 John Heryanto (Skenografer Pertemuan dalam Lubang Jarum)

AKTOR DAN TOTALITAS RADIKAL*

Gambar
Oleh: John Heryanto Performance "Melapal Jejak- John Heryanto" Statsiun Tugu Yogya-Foto by: Taufik Darwis Realitas telah berubah bahkan telah melampaui seni, dimana seni pada mulanya adalah peniruan atau penciptaan ulang (mimetis) atas realitas.   lantas apa yang mesti dipertahankan lagi oleh seni jika tak lagi sesuai dengan kenyataan? apakah seni (khususnya teater) hanya akan menjadi ilusi semata yang dipenuhi dengan mimpi-mimpi yang tidak jelas? lantas untuk apa acting?   dari sanalah kiranya fungsi dan tujuan acting mestilah ditelusuri kembali sehingga acting tidak hanya sebatas membawakan peran dalam sebuah drama.    1 Sejarah manusia adalah sejarah pertentanngan kelas ( Karl Marx) Teater pada mulanya berawal dari perlawanan atas ketearasingan manusia dari realitas, maka manusia melakukan reproduksi ulang   seperti sebuh kalimat seni adalah imitasi atas realitas alam (mimetis) berdasarkan hasrat dan pengalaman estetis akan keindahan   seme

akhir dari genggaman estetika dan kiamatnya definisi (catatan pameran seni rupa- kom.un.al.par.ty)

Gambar
seni dan kita mati sama - sama (lakban di  dinding tembok BAAKSI) bukan sebuah pajang karya maupun pameran seni rupa yang sesungguhnya, melainkan hanya sebuah catatan yang lahir dari situasi  kampus yang tidak menentu (STSI menjadi ISBI), tulisan-tulisan pilox di tembok bertuliskan "pendidikan untuk kemerdekaan" dan hari ini: revolusi esok hari"  sudah di hapus oleh pekerja bangunan. sebuah instalasi  "kepada apa" di depan gedung BAAKSI :  kaca-kaca yang berserak dan di dalamnya terdapat surat undangan sosialisasi ISBI dari rektor STSI kepada seluruh civitas akademik tentang undangan sosialisasi ISBI, sebuah patung perempuan yang tertidur dengan selimut kain dan mata yang di ikat kain merah dengan bantal kepala bata yang membentuk sebuah tungku pembakaran di atas jendela kaca, sebuah papan krambol dengan bata dan tulang domba. namun pagi tadi sudah di bongkar oleh pekerja bangunan. " Masa depan kau dirajam sepi" (la

TUBUH PLASTIK dalam pertunjukan SEGERA: Teater Payung Hitam (Menafsir konsef sutradara dalam bentuk pemeranan)

Gambar
“membedah ketiadaan menjadi ada”                                             (Rahman Sabur) Manusia tak lebih dari daging dan tulang semata, sama halnya dengan mesin atau benda-benda lainnya semuanya adalah perangkap bagi kebebasan ruh. Plastik memang fleksibel maka aktipitas dan kebutuhan manusia 80% berkaitan dengan plastik termasuk mengawetkan makanan seperti gorengan, batagor dan lain sebagainya, sampah terbesar di dunia juga plastik tentu perlu ribuan tahun untuk menghancurkan sampah tersebut dan itu pula salah satu dari sekian banyak penyebab rusaknya lingkungan. Plastik begitu juga tubuh adalah sesuatu yang dicinta sekaligus dibenci dan itu pula yang menjadikan salah satu alasan dari alasan-alasan lainnya kenapa orang memilih homo atau lesbi. Maka semestinya tubuh itu diledakan untuk membongkar batas-batas yang telah menjadi penjara beratus-ratus abad sudah (sejak Adam dan Eva mengenal tubuhnya sendiri sehabis memakan buah holdi/avel) sampai pada kemerdekaan y

AUTO PERFORMANCE : FLOWER HIP (Butoh Dance Street) - MENOLAK BUKU 33 SASTRAWAN PALING BERPENGARUH

Gambar
katakanlah ini adalah waham, mungkin FLOWER HIP semacam bunga hippies pemuda Inggris atau bunga hip-hop remaja kulit hitam amerika, tapi saya suka bunga seperti kebiasaan tahun-tahun lalu ketika di GIM dimana setiap pagi menyiram bunga di halaman gedung atau sore-sore menyiram tanaman di Kebun Seni, seperti pula waktu sekolah SMP ketika di Tasik tentu lebih sering nongkrong di taman alun-alun dan dadaha dari pada ngaji di pesantren, begitu pun kalu ziarah ke makam pastilah sehabis yassin menyiram air dalam botol aqua dan kembang 7 rupa, maka aku selipkan bunga di gigi topeng seperti menyelipkan mayat di lobang-lobang tebing batu tanah Toraja, atau peluru di mulut senapan. bukankah seni itu adalah senjata seperti pula pistol tergantung untuk siapa yang mengunakanya dan kepada siapa ditujukan seperti halnya tim 8, saya jadi ingat tokoh paman dalam film donald bebek dimana waktu adalah uang dan mungkin juga sastra adalah uang, mungkin hari ini sastra seperti pula daun-dau

TUBUH DAN JIWA YANG MITIS*

Gambar
Yang tumbuh dalam kepala Woro legi adalah sebuah kabar dan pernyatan pengembalian mendut pada asalanya. (Sugiyati Aryani) awal dari keterlibatan saya adalah sebuah akhir dari sekuil mendut, sebuah senja dan sebuah gambar yang berderet tentang sugi, mendut dan maem mendut sampai pada sebuah permulaan dimana proses ke empat dari mendut itu mulai (body dan space), sesuatu yang pribadi yang tumbuh dalam sugi tentang perempuan jawa, perempuan dan jawa, dan mendut. Maka bermigrasilah segala hal tentang sugi dan mendut ke kepala saya secara sadar seperti pembacaan barjanji dalam upacara cukur rambut. Teks-teks tentang   perjumpaan mendut, perjalanan proses mendut tiga dan sugi tumbuh konfrontatif dalam kepala saya, lalu tubuh menjadi ruang bagi kelahiran tanda (sign) dan pembebasan jiwa (mythical soul) . Sebuah kelahiran Gagasan tentang mendut dalam kepala (roots) seperti pula penguburan tubuh yang mati (sejarah perempuan jawa) ke dalam tubuh pohon di belakang ru